Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang dimaksud dengan administrasi kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain. Administrasi kependudukan merupakan kegiatan yang kompleks karena melibatkan banyak instansi dan kepentingan. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang semakin hari semakin bertambah besar, maka sudah menjadi keharusan bagi kita untuk membangun penyelenggaraan administrasi kependudukan yang tertib, teratur, berkesinambungan dan modern menuju tertib database, tertib NIK, tertib dokumen kependudukan, dan diharapkan akan ada ketunggalan dokumen penduduk.
Substansi administrasi kependudukan adalah berupa pencatatan sipil dan pendaftaran kependudukan. Pencatatan sipil berupa pencatatan kelahiran, lahir, mati, perkawinan, pembatalan perkawinan, perceraian, pembatalan perceraian, kematian, pengangkatan, pengesahan dan pengakuan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan, peristiwa penting, dan pelaporan penduduk yang tidak bisa melapor sendiri.
Sementara pendaftaran kependudukan berupa pencatatan biodata penduduk per keluarga berikut sidik jari (biometrik), pencatatan atas pelaporan peristiwa kependudukan, pendaftaran kependudukan, pendataan penduduk rentan kependudukan, pelaporan penduduk yang tidak dapat melapor sendiri. Manfaat yang diperoleh pemerintah adalah dalam hal perumusan kebijakan, perencanaan pembangunan, kebutuhan sektor pembangunan lain, pemilu, dan pilkada, penyusunan perkembangan kependudukan, penyusunan proyeksi pembangunan, verifikasi jati diri penduduk, dokumen kependudukan, termasuk guna memberikan perlindungan bagi calon TKI dan TKI.
Adapun tujuan utama dari penyelenggaraan administrasi kependudukan adalah untuk mewujudkan tiga tertib administrasi kependudukan antara lain: Tertib Database kependudukan yang meliputi: terbangunnya database kependudukan yang diarahkan pada terbangunnya data base kependudukan yang akurat, baik di tingkat Kabupaten dan Kota, maupun di tingkat Provinsi dan Pusat, database kependudukan Kabupaten/Kota tersambung atau online, dengan Provinsi dan Pusat, dengan menggunakan Sistem Informasi dan Administrasi Kependudukan atau SIAK, database kependudukan Kementerian Dalam Negeri dan Daerah, tersambung atau online, dengan Instansi Pengguna. Dengan terwujudnya tertib database kependudukan ini maka akan tersedia database yang valid dan akuntabel sehingga dapat dimanfaatkan sebagai data statistik yang akurat. Tertib Penerbitan NIK, NIK diterbitkan setelah penduduk mengisi biodata penduduk per keluarga (F-1.01) dengan menggunakan SIAK, tidak adanya NIK ganda, pemberian NIK kepada semua penduduk . Dengan tertib NIK ini, diharapkan setiap penduduk hanya mempunyai satu NIK, yang merupakan nomor identitas diri penduduk bersifat unik dan tunggal, berlaku seumur hidup serta sangat diperlukan untuk instrument multifungsi dalam pelayanan publik. Tertib Dokumen Kependudukan (KK, KTP, Akta Pencatatan Sipil dan lain-lainnya, prosesnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak adanya dokumen kependudukan ganda dan palsu
Intinya, tertib dokumen kependudukan diarahkan pada proses penerbitan dokumen kependudukan, yang harus senantiasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga terjadi kepastian status hukum penduduk dan dokumen kependudukan tersebut tidak bisa digandakan atau dipalsukan. Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan administrasi kependudukan tersebut, maka dilaksanakan 3 (tiga) Program Strategi Nasional yang berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 471.13/2715/SJ tanggal 5 Juli 2010 perihal Pemutakhiran Data Kependudukan, Penerbitan NIK dan Penerapan KTP-el.
Permasalahan yang terjadi di masyarakat antara lain: 1). kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendaftaran penduduk, kartu tanda penduduk, akta kelahiran, akta kematian, 2). belum sinerginya kebijakan antar instansi terkait dengan pelayanan dokumen WNI / TKI, 3). pemalsuan dokumen (KTP, KK, Akte Kelahiran, ijasah) sering terjadi untuk keperluan calon tenaga kerja Indonesia, 4). rendahnya kesejahteraan penduduk, minimnya lapangan pekerjaan menyebabkan migrasi di kalangan penduduk ke luar wilayah untuk mencari pekerjaan.
Adapun kondisi penduduk Kabupaten Gunungkidul, tercatat dari data kemiskinan pada tahun 2012 terdapat 22,72 %. Sebagian penduduk miskin berusaha untuk mencukupi kesejahteraannya mencari pekerjaan ke luar wilayah. Untuk mencegah dan melindungi tenaga kerja yang bekerja di luar wilayah, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah mengeluarkan peraturan diantaranya: Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul No. 6 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 4 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul No. 25 Tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, Peraturan Bupati Gunungkidul No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 10 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda No. 4 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, Peraturan Bupati No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang Kabupaten Gunungkidul.
Implementasi dari peraturan-peraturan tersebut harus dibarengi pula dengan langkah-langkah nyata antara lain: 1). mengingat potensi terjadinya TKI bermasalah di Luar Negeri maka perlu dibuat kebijakan terkait dengan upaya perlindungan TKI, 2). dalam rangka mencegah terjadinya pemalsuan dokumen, pemerintah melakukan kebijakan yang komprehensif meliputi : upaya meningkatkan pendidikan masyarakat, menyejahterakan, memberikan informasi yang memadai terkait dengan migrasi yang aman, meningkatkan pengawasan, 3). perlu ditingkatkan koordinasi antar instansi-instansi yang terkait dengan pelayanan dokumen penduduk WNI/TKI secara vertical maupun horizontal, 4). dokumen penduduk yang digunakan sebagai persyaratan TKI, adalah Akta Kelahiran, KTP, KK, Surat Keterangan Pindah Luar Negeri (SKPLN). Termasuk di dalamnya upaya untuk Ditjen Imigrasi mengaplikasikan sistem biometric dalam pembuatan paspor merupakan langkah penapis selanjutnya agar tidak terjadi adanya dokumen perjalanan yan tidak sesuai dengan identitas pemegangnya.
Penulis : Sri Sumiyati, SH. MH
Kepala Bidang Data dan Informasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab. GK