Penyelenggaraan Catatan Sipil adalah lembaga pemerintah yang memiliki peran penting dalam mencatat dan mengelola data kependudukan suatu negara. Sejarahnya dimulai seiring dengan perkembangan kebutuhan akan administrasi kependudukan dalam berbagai masyarakat.
Penyelenggaraan Catatan Sipil pada jaman Pemerintah Hindia Belanda ditangani oleh Lembaga “Burgerlijke Stand” atau disingkat “BS” yang artinya Catatan Kependudukan/Lembaga Catatan Sipil.
Lembaga Catatan Sipil, adalah “Suatu lembaga yang bertujuan mengadakan pendaftaran, pencatatan serta pembukuan yang selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya, serta memberi kepastian hukum yang sebesar-besarnya atas peristiwa kelahiran, pengakuan, perkawinan dan kematian.” (Lie Oen Hock, 1961 : 1).
Sedangkan E. Subekti dan R. Tjitrosoedibio berpendapat, bahwa “ Catatan Sipil mempunyai pengertian sebagai suatu lembaga yang ditugaskan untuk memelihara daftar /catatan guna pembuktian status atau peristiwa penting bagi warganegara seperti : “kelahiran, kematian, perkawinan”. (1979 : 2).
Menurut pasal 163 Indische Staatsregeling, penduduk Indonesia dibagi ke dalam 3 (tiga) golongan besar, yaitu:
-
- Golongan Eropa
- Golongan Timur Asing – Tionghoa – Bukan Tionghoa
- Golongan Bumi Putera.
Sebagai konsekuensinya, peraturan dalam bidang catatan sipil yang berlaku bagi masing-masing golongan penduduk itu tidak sama. Atau dengan kata lain masing-masing golongan penduduk memiliki peraturan catatan sipil sendiri-sendiri.
Kabinet Ampera Nomor: 31/U/UN/12/66 membawa perkembangan baru bagi dunia pencatatan sipil di Indonesia. Menurut Instruksi tersebut dipertegas, bahwa dalam pencatatan sipil tidak lagi dikenal adanya penggolongan penduduk, dan Kantor Catatan Sipil di seluruh Indonesia dinyatakan terbuka bagi seluruh penduduk.
Peraturan Catatan Sipil ini berkembang lebih lanjut dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No.12 Tahun 1983 Tentang Penataan dan Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan Sipil dengan melakukan pembaharuan Kantor Catatan Sipil sampai ke Kotamadya/Kabupaten Daerah Tingkat II seluruh Indonesia.
Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 pasal 1 menyebutkan bahwa :
- Menteri Dalam Negeri secara fungsional mempunyai kewenangan dan tanggung jawab penyelenggaraan Catatan Sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Kewenangan dan tanggung jawab dibidang Catatan Sipil Adalah:
-
-
- Penyelenggarakan pencatatan dan penertiban kutipan akta kelahiran, akta kematian, akta perkawinan dan akta perceraian bagi mereka yang bukan beragama Islam, akta pengakuan dan pengesahan anak.
- Melakukan penyuluhan dan pengembangan kegiatan catatan sipil.
- Penyediaan bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan di bidang kependudukan/ kewarganegaraan.
-
Sejalan dengan keputusan di atas, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 24 tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 1983 tentang Organisasi dan tata Kerja Kantor Catatan Sipil Kabupaten/Kota poin kedua menyebutkan bahwa:
Kantor Catatan Sipil kabupaten/Kota dimaksud pasal 1 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 tahun 1983 adalah perangkat wilayah yang membantu Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II selaku Wakil Pemerintah Pusat dalam rangka pelaksanaan catatan sipil di Daerah dan hanya satu-satu pelaksanaan utama yang menangani urusan catatan sipil.
Dari ketentuan-ketentuan di atas, maka tugas Catatan Sipil merupakan urusan Pemerintah Pusat yang dilimpahkan kepada Daerah melalui asas dekonsentrasi. Dengan demikian Kantor Catatan Sipil adalah perangkat wilayah yang melaksanakan tugas pencatatan sipil sebagaimana telah disebutkan terdahulu.
Untuk menambah wawasan terkait kertas yang digunakan dalam cetak dokumen sejak jaman “BS” sampai saat ini sebagai berikut:
KTP (Kartu Tanda Penduduk) sudah ada sejak zaman penjajahan belanda saat itu Indonesia dikenal dengan nama Hindia Belanda. KTP pada zaman Hindia Belanda ini diberikan kepada orang yang lahir di Hindia Belanda, KTP pada masa pemerintahan Belanda ini sering disebut dengan nama Verklaring van Ingezetenschap, voor personen in Nederlandsch Indie geboren.
Diterbitkan di Batavia (sekarang Jakarta), pada 14 April 1921. Dokumen ini dicetak di atas kertas zegel jenis emboss, dengan nilai 1 1/2 Gulden (Een Gulden en Vijftig cent). Ukuran: 15 cm X 10 cm. Sebuah dokumen sipil kuno dari jaman Belanda yang cukup langka.
PENGGUNAAN KERTAS AKTA PENCATATAN SIPIL
Tahun 1829-1987
Tahun 1987 – 2000
Perkembangan Bentuk Akta Kelahiran setelah tahun 2000
Dokumen Pencatatan Sipil Lainnya
Dokumen ini dicetak dengan kertas sekuriti watermark berlambang Garuda Pancasila, Gramatur:120-135 gram/m2, berbentuk sheet (Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 118 Tahun 2017.
Akta Kelahiran Saat Ini (2020 – Peraturan Berubah)
(efektif digunakan bulan Juni 2020)
Dokumen ini dicetak dengan kertas HVS Putih ukuran 80 gram (Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 109 Tahun 2019
Seiring dengan kemajuan teknologi, Penyelenggaraan catatan sipil juga telah mengadopsi sistem yang lebih canggih untuk mengelola data dan dokumen pencatatan sipil. Penggunaan teknologi komputer dan basis data digital telah memungkinkan pencatatan dan pengelolaan data kependudukan dan pencatatan sipil dengan lebih cepat dan efisien.
Saat ini, penyelenggaraan catatan sipil berperan penting dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Penyelenggaraan Pencatatan Sipil tidak hanya bertanggung jawab untuk mencatat peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan individu, tetapi juga memberikan dokumen resmi yang diperlukan untuk berbagai keperluan, mulai dari pernikahan dan pembuatan paspor hingga klaim hak properti dan pensiun.